Asal usul dan sejarah Nama obyek wisata guci dan mitos yang tersimpan di obyek wisata tersebut berkaitan dengan penyebaran agama islam di pulau jawa . Selain syiar agama islam , konon gua sumber air panas di tempat tersebut merupakan daerah kekuasaan dayang Nyai Roro Kidul yang bernama Nyai Rantesari yang berwujud naga yang bertugas menjaga daerah utara Gunung Slamet .
Guci adalah nama sebuah obyek wisata yang berada di Desa Guci Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal . Wisata air panas ini , dipercaya bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit dan membuat awet muda. Terletak di bagian utara kaki Gunung Slamet di ketinggian sekitar 1050 meter dari permukaan laut ini memiliki luas 210 Ha . Dari Kota Slawi berjarak sekitar 30 Km dan dari Kota Tegal berjarak sekitar 40 Km.
Sejarah dan Mitos Desa Guci
Info Lengkap Wisata Guci Tegal
Asal Usul Nama Guci
Sejarah Obyek Wisata Guci kerat kaitannya dengan kisah Raden Aryo Wiryo . Seorang bangsawan dari Keraton Demak Bintoro yang menjadi utusan Kerton Mataram untuk berangkat ke Cirebon.
Kisah Raden Aryo Wiryo
Asal usul Guci Bermula dari konflik perang saudara dan perebutan tahta di antara sesama saudara dalam lingkup keraton Demak Bintoro . Keadaan yang membuat Rade Aryo Wiryo mearas jenih dengan keadaan dan kehidupan keraton. Raden Aryo Wiryo akhirnya memutuskan untuk meninggalkan keraton dengan mengajak istrinya yang dikenal dengan nama Nyai Tumbu.
Selang beberapa tahun kemudian Raden Aryo Wiryo sempat mengabdi di Keraton Mataram pada jaman kejayaan Sultan Agung Hanyorokusumo . Kemudian ditugaskan oleh Sultan Agung untuk berangkat ke Cirebon pada masa itu.Kemudian dia mengembara hingga sampai di bagian utara lereng Gunung Slamet dan beliau menetap di daerah tersebut.
Raden Aryo Wiryo adalah orang pertama yang membuka lahan perkampungan ditempat itu sampai banyak orang berdatangan ke daerah itu untuk berguru kepada Raden Aryo Wiryo dan akhirnya menetap di daerah tersebut. Karena itu Raden Aryo Wiryo memberi nama tempat tersebut Kampung Keputihan yang artinya daerah yang masih asli tak terjama peradaban agama selain islam
Masuknya Ajaran Islam
Suatu ketika Kampung Keptihan didatangi oleh pengembara dari Pesantren Gunungjati bernama Kyai Elang Sutajaya yang merupakan santri Syech Syarif Hidayatulloh yang dikenal dengan nama Sunan Gunungjati bermaksud menyebarkan agama Islam.Kemudian Raden Aryo Wiryo dan para pengikutnya berkenan untuk mendalami ajaran agama Islam agar lebih memantapkan keimanan para pengikutnya.
Pada saat itu kampung keputihan sedang dilanda wabah pageblug seperti banyak tanah longsor dan penyakit gatal-gatal atau gudigen menurut bahasa setempat. Sehingga Kyai Elang Sutajaya mengajak Raden Aryo Wiryo dan para warga Kampung Keputihan untuk berdoa kepada Alllah SWT.
Doa tersebut dilakukan dengan ritual yang sekarang dikenal sebagai ruwat bumi . Ruwat Bumi dilakukan dengan cara menyembelih kambing Kendit dan menyajikan hasil bumi seperti Pala Pendem dan sayur mayur . Ritual ini bermaksud memberikan rejeki yang akan disedekahkan kepada para fakir miskin.
Ritual tersebut terjadi pada bulan Asyuro atau bulan Mukharom dan turun temurun sampai saat ini. Pada saat berdoa dengan tasyakuran Tahlilan dan Manaqib kala itu, Kanjeng Sunan Gunungjati berkenan hadir secara ghoib dan memberikan sebuah guci sakti.
Dimana guci sakti tersebut sudah diisi dengan do’a Kanjeng Sunan agar penduduk Kampung Keputihan yang terjangkit wabah gatal segera meminum air guci tersebut dan pojok-pojok Kampung Keputihan agar dipercikkan air guci tersebut untuk menghilangkan kerusakan akibat bencana alam.
Semenjak itu karena Guci yang berisi air yang sudah di doakan Sunan Gunungjati di tinggal di kampung Keputihan dan selalu di jadikan sarana pengobatan,maka sejak saat itu masyarakat menyebut-nyebut “ guci – guci” . Sehingga Kyai Klitik atau Raden Mas Aryo Wiryo selaku Kepala Desa Keputihan merubah nama desa tersebut menjadi Desa Guci.
Lurah Pertama Desa Guci
Beliau sebagai Lurah pertamanya. Guci peninggalan Elang Sutajaya itu sekarang berada di Museum Nasional pada saat pemerintahan Adipati Brebes Raden Cakraningrat membawanya ke museum.
Hingga kini sudah menjadi tradisi penduduk Guci dan sekitarnya bahkan dari luar daerah . Biasanya setelah para penduduk berziarah ke makam walisongo khususnya Sunan Gunung Jati. Sebagai pelengkap terakhir pasti akan mandi di permandian air panas Guci agar memperoleh berkat kesehatan dan penyembuhan dari segala penyakit,
Kini sumber air panas guci telah di kembangkan menjadi Taman Wisata Hot Waterboom yang masih memanfatkan sumber air panas. Sebagai upaya terapi terhadap penyembuhan berbagai penyakit juga sarana rekreasi dan permainan air bagi anak-anak dan keluarga .
Mitos Desa Guci
Menurut mitos yang telah beredar selama ratusan tahun, air panas Guci adalah air yang diberikan Walisongo. Beliau memberikannya kepada orang yang mereka utus untuk menyiarkan agama Islam ke Jawa Tengah bagian barat di sekitar Tegal. Karena air itu ditempatkan di sebuah guci (poci), dan berkhasiat mendatangkan berkat. Masyarakat menyebut lokasi pemberian air itu dengan nama Guci.
Tetapi karena air pemberian wali itu sangat terbatas, pada malam Jumat Kliwon, salah seorang sunan menancapkan tongkat saktinya ke tanah. Atas izin Tuhan, mengalirlah air panas tanpa belerang yang penuh rahmat ini. Nah, Sampai saat ini, setiap malam Jumat Kliwon, banyak orang datang dan mandi di tempat pemandian air panas ini untuk mendapat berkah. Bagi masyarakat sekitar obyek wisata ini, Guci adalah air hangat yang mengalir deras dari ujungnya, terus-menerus, tanpa henti. Kehangatan airnya dipercaya bisa menyembuhkan penyakit.
Pemandian yang ada di Desa Guci
Permandian air panas adalah sumber air yang dihasilkan karena proses keluarnya air tanah dari kerak bumi yang memiliki suhu panas akibat dari panas bumi atau geotermal .Lebih baik lagi dengan adanya kandungan belerang di dalamnya yang dipercaya bisa mengatasi berbagai masalah kulit dan penyakit lain .
Ada sekitar 10 air terjun yang terdapat di daerah Guci. Di bagian atas pemandian umum disebut pancuran 13. Agak jauh sekitar satu kilometer, terdapat air terjun dengan air dingin bernama Air Terjun Jedor. Dinamai begitu karena dulu tempat di sekitar air terjun setinggi 15 meter itu adalah milik seorang Lurah yang bernama Lurah Jedor.
Pemandian pancuran 13 adalah lokasi yang paling banyak dikunjungi orang. Disebut begitu karena memiliki pancuran berjumlah tigabelas buah. Pemandian ini bisa dinikmati siapa saja alias tak bayar. Selain itu, berendam di pancuran tujuh merupakan alternative lainnnya. Di pancuran ini, penduduk desa Guci juga sering mandi entah untuk keperluan mencari berkat maupun untuk menyembuhkan penyakit seperti rematik, koreng atau penyakit kulit lain.